Rabu, 18 September 2013

HIGH CONTEXT AND LOW CONTEXT COMMUNICATION



Penyusun:

o   Uli Rahma Dini
o   Dwi Putri J A
o   Ari Mulya Utami
o   Lita Tisnasari
o   Mayang Rumaisha
o   Dhia Prihandani

High Context


Komunikasi konteks tinggi adalah komunikasi yang bersifat implisit dan ambigu, yang menuntut penerima pesan agar menafsirkannya sendiri. Komunikasi konteks tinggi bersifat tidak langsung, tidak apa adanya.Komunikasi konteks – tinggi mengandung pesan relatif banyak terdapat dalam konteks fisik (physical context), sehingga makna pesan hanya dapat dipahami dalam konteks pesan tersebut. Dalam komunikasi konteks tinggi, makna terinternalisasikan pada orang yang bersangkutan, dan pesan lebih ditekankan pada aspek non – verbal (internalized in the person while very little is in the coded). Dalam komunikasi yang demikian, mengetahui suatu kata atau huruf hanya memberi sedikit makna bila tidak diketahui konteks penggunaannya.
Ciri-ciri Komunikasi Konteks Tinggi sbb: Typically short, pithy, and poetic (ciri komunikasinya yang singkat, penuh arti, dan puitis). Komunikasi konteks tinggi sangat mungkin dipahami jika digunakan di dalam kelompoknya sendiri (in group), tidak untuk kelompok luar (outsiders).Komunikasi konteks-tinggi bertipikal sedikit berbicara, implisit, puitis. Orang berbudaya konteks-tinggi menekankan isyarat kontekstual, sehingga ekspresi wajah, tensi, gerakan, kecepatan interaksi dan lokasi interaksi lebih bermakna. Orang dalam berbudaya konteks-tinggi mengharapkan orang lain memahami suasana hati yang tak terucapkan, isyarat halus dan isyarat lingkungan.
Dalam interaksi konteks-tinggi pesan dalam komunikasi akan mudah dimengerti oleh kelompoknya (orang yang berkonteks-tinggi).Sulitnya untuk mengatakan tidak, bagi orang Indonesia bukan sekedar basa-basi, situasi demikian benar-benar ada apa adanya (reality) di lingkungan kita sehari-hari, yang oleh Edward T. Hall dikatakan ‘places cultures along a continuum’ (bersemi ada dalam budayanya). Orang Indonesia lebih memilih diam daripada mengucapkan kata tidak secara langsung.
Closed System  selalu sering dihubungkan dengan  sistem masyarakat tertutup, yakni suatu sistem sosial yang mempercayai bahwa pandangannya (way of life) tidak dapat diubah oleh kelompok luar (Out-group). Disini peran kolektif cukup tampak menonjol, dibandingkan individu. Suatu Kelompok Sosial merupakan in-group atau bukan, tergantung situasi sosial. Sikap yang ada yang dimiliki oleh in-group pada umumnya didasarkan pada simpati. Selalu memiliki perasaan dekat dengan anggota kelompoknya. Budaya komunikasi konteks tinggi ditemukan dalam sistem sosial tertutup (closed system), seperti sistem sosial masyarakat Indonesia.    
Polychronic time, yakni lawan dari monochronic time sbb: Kurang bisa menghargai waktu, sering tidak tepat waktu kalau memberikan janji, dan kurang memiliki disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan atau yang sering kita dengar dengan istilah suka ngaret.  
Bangsa Skandinavia dan Jerman tergolong dalam budaya bertipikal konteks-rendah, dan Amerika (terutama yang berkulit putih, anglo-saxon dan protestan) mempunyai tipikal konteks yang lebih tinggi dibanding Skandinavia dan Jerman, meskipun masih tergolong dalam budaya konteks-rendah. Sedangkan bangsa China dan suku Indian Amerika tergolong dalam budaya bertipikal konteks-tinggi.
Menurut Hall, dalam situasi tertentu dapat saja seseorang berkomunikasi dengan gaya komunikasi konteks tinggi dan di situasi lainnya bergaya komunikasi konteks rendah. Contohnya adalah orang Jepang. Orang Jepang dalam berhubungan dengan keluarga cenderung berkonteks-tinggi, sedangkan dalam berhubungan dengan orang luar atau orang asing, orang Jepang cenderung berkonteks-rendah. Selain itu, dalam suatu budaya bertipikal konteks tertentu dapat saja terdapat sub-subkultur yang relatif berkonteks-tinggi atau relatif berkonteks rendah. Misalnya, di Indonesia yang berbudaya relatif berkonteks-tinggi. Budaya jawa yang dominan mewarnai budaya Indonesia sangat bertipikal konteks-tinggi. Sebaliknya, budaya batak adalah budaya yang derajat konteks-tingginya paling rendah, meskipun tidak tergolong budaya bertipikal konteks-rendah. Orang batak cenderung berbicara langsung dan lugas, tanpa basa – basi.

Efek Media Massa terhadap Budaya Konteks-Tinggi
Media massa cenderung membawa budaya konteks-tinggi menuju ke budaya konteks-rendah, media massa mempengaruhi budaya lokal sehingga relatif berkonteks-rendah, akibat pengaruh media perhatian orang yang semula “orang ke orang” berubah perhatiannya menjadi “orang ke media”. Dengan lebih banyak perhatian orang kepada media maka akan mengubah gaya komunikasi menjadi cenderung berkonteks-rendah pesan eksplisit lebih penting dari pada pesan implisit. Hal tersebut dikarenakan media tidak terlalu terikat kepada faktor ekstralinguistik (referent). Dalam hal ini media berpengaruh mengurangi konteks pada budaya konteks-tinggi.
Media massa cenderung mengarahkan orang untuk menganut waktu monokronik. Media dapat mengumpulkan sejumlah orang untuk melakukan satu kegiatan dalam satu waktu, contoh: acara World Cup yang ditayangkan oleh media televisi dapat mengumpulkan semua masyarakat satu kampung untuk melihat tayangan tersebut. Dalam satu waktu yang ditentukan orang melakukan satu kegiatan yaitu menonton tayangan World Cup.

LOW CONTEXT COMMUNICATION
Komunikasi konteks rendah adalah komunikasi yang bersifat langsung, apa adanya, lugas tanpa berbelit-belit ngalor-ngidul. Karakter komunikasi semacam ini biasa terjadi di Barat, mereka sukanya to the point tidak suka basa-basi.
Pada umumnya, komunikasi konteks-rendah ditujukan pada pola komunikasi mode lisan langsung (direct verbal mode)- pembicaraan lurus, kesiapan non verbal (nonverbal immediacy) dan mengirim berorientasi nilai (sender-oriented values). Pengirim bersikap tanggung jawab untuk menyampaikan secara jelas. Dalam komunikasi konteks rendah, pembicara diharapkan untuk lebih bertanggung jawab untuk membangun sebuah kejelasan, pesan yang meyakinkan sehingga pendengar dapat membaca sandi (decode) dengan mudah.
Ciri-ciri Komunikasi Konteks Rendah yaitu, must be longer, more elaborated, and explicit (ciri komunikasinya bisa menggambarkan atau bisa juga menjelaskan hingga cukup tampak rinci dan panjang, dan saat itu juga disampaikan secara eksplisit).
Budaya konteks-rendah cenderung menganut “waktu monokronik”, waktu monokronik adalah waktu yang berjalan secara linear. Waktu linear dianggap berjalan dari masa lalu ke masa depan, seperti garis lurus, dan tidak pernah kembali. Waktu dianggap objektif, dapat dihitung, dihemat, dihabiskan, dan dibuang. Maka waktu menjadi berharga, sehingga muncullah pribahasa Time is money. Efisiensi waktu adalah ciri khas dari budaya konteks-rendah, one-thing-at-one-time, being on time,getting the job done by a deadline.

Efek Media Massa terhadap Budaya Konteks-Rendah
Selain dapat mengurangi konteks pada budaya konteks-tinggi, media massa pun dapat menambah konteks pada budaya konteks-rendah. Tayangan – tayangan opera sabun di televisi yang bertemakan cerita nyata, atau yang menggambarkan karakteristik kebanyakan orang. Pada budaya konteks-rendah media sering mengadopsi teori kultivasi, agenda setting dan spiral of silence. Dengan pendekatan teori – teori tersebut mengarahkan penonton untuk membuat generalisasi tentang gambaran sosial berdasarkan pola yang disajikan media.
Berdasarkan penelitian dengan pendekatan kultivasi. Penggemar program televisi drama-aksi percaya bahwa dunia sebenarnya lebih keras dibanding seperti yang terdapat dalam tayangan televisi, sedangkan penggemar program televisi opera sabun percaya di dunia nyata lebih banyak kasus perceraian dibanding dengan yang terdapat di televisi. Dalam hal ini media berpengaruh dalam menambah konteks sosial.
Penelitian lainnya adalah dengan pendekatan agenda setting, penelitian tersebut mengungkap hubungan antara intensitas pengeksposan suatu issu politik dengan urutan tingkat pentingnya suatu issu yang ditentukan audiens. Dalam hal ini media menambah konteks politik.
Penelitian ketiga yaitu dengan pendekatan spiral of silence. Dengan memberikan penekanan pada pendapat tertentu, media menciptakan kesan bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai pendapat yang sama. Sedangkan, mereka yang berlawanan dengan pendapat tersebut terkesan diam, meskipun mereka merupakan kelompok mayoritas. Kembali dalam hal ini media menambahkan konteks sosial dalam budaya konteks rendah.
Pada umunya media massa mengarahkan konteks-tinggi menuju ke konteks rendah dengan cara mengurangi konteks, walaupun demikian media massa dapat saja memperkuat konteks-tinggi dengan lebih menambah lebih banyak konteks. Selain itu media massa dapat mengarahkan konteks-tinggi menuju konteks-rendah dengan mengurangi konteks.

Fenomena
Pada iklan AP Boots, terlihat seekor belalang betina mendekati belalang jantan tiruan yang dibuat oleh komputer. Betina mendekati jantan kemudian menciumnya, namun sang jantan malah hancur dan terlihat rangkanya. Seketika sang betina mendorong jantang dengan tubuh bagian belakangnya hingga terjatuh. Lalu diakhir iklan, muncul seorang pria mencium sepatu bootsnya sambil berkata, “Liat tuh, yang asli selalu bisa diandalkan.”. Iklan tersebut menuntut penerima pesan agar menafsirkannya sendiri. Walaupun ambigu, namun menjelaskan secara implisit bahwa sepatu merk AP Boots adalah sepatu boots yang asli dan dapat diandalkan.


FENOMENA LOW CONTEXT COMMUNICATION

            Pada iklan produk mie instan ( mie sedap ) ada seorang anak yang sangat sayng dengan ayam peliharaannya, lalu ketika dia menanyakan ayamnya kepada sang ibu sambil berkata “ibu ayam iyong ku mana” sang ibu menyuruh anak tersebut untuk makan sambil berkata “sudah makan dulu sana”. Ketika si anak makan mie yang di buat sang ibu dia merasakan enak dan kaldu ayamnya asli dan begitu terasa namun seketika iya berteriak “ayam ku…” dan si ibu menjawab dengan tenang sambil menjelaskan “bukan dik, ini mie sedap baru dari kaldu ayam asli dan rasanya enak”. Dari menomena tersebut dapat terlihat low context communication ketika sang ibu menanggapi respon si anak. Sang ibu meresponnya dengan penyampaian pesan yang bersifat langsung, apa adanya, lugas dan tanpa berbelit-belit.















Daftar Pustaka

West, Richard dan Turner, Lynn, H. 2012. Jakarta: Teori Komunikasi Aanalisis dan Aplikasi, Salemba Humanika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar