A. Pengertian
Komunikasi Massa
Denis McQuail (2005) dalam sebuah karya bukunya yang berjudul ‘Mass Communication Theory’ mengungkapkan bahwa Komunikasi Massa
masih menyimpan pemahaman yang ambivalen ( dari dahulu sampai sekarang ),
khususnya tentang pengertian ‘massa’
itu sendiri.
Orang-orang Sosiolog masih
berpandangan bahwa ‘massa’ merupakan kumpulan orang-orang yang banyak jumlahnya
dan tak teratur. Disini Bramson dalam
McQuail ( 2005 ) memahaminya bahwa ‘massa’ seperti itu tidak memiliki
budaya, tidak memiliki kecakapan, dan tidak memiliki rasionalitas. Sebagian
lagi berpandangan bahwa pengertian ‘massa’ selalu dikaitkan dengan kata-kata ‘dukungan massa, gerakan massa, dan aksi
massa’. Jika demikian kata ‘massa’ merupakan kumpulan orang banyak yang
melakukan suatu tindakan, misalnya yang menentang bentuk-bentuk penindasan,
ataupun yang bisa melawan kekuasaan.
Dalam perspektif Komunikasi kata
‘massa’ berkaitan erat dengan kata media massa. Disini ‘massa’ dipahami sebagai
kolektivitas tanpa bentuk yang komponen-komponennya sulit dibedakan satu dengan
yang lainnya.
Herbert Blumer dalam McQuail (2005) mencoba memahami ‘massa’ sbb: ‘massa’ seringkali
jumlahnya sangat besar, lebih besar dari kelompok, lebih besar dari kerumunan,
dan lebih besar dari publik. ‘Massa’ memiliki anggota yang tersebar luas dan
tidak saling mengenal. ‘Massa’ kurang memiliki kesadaran diri, kurang
memperhatikan identitas diri dan tidak mampu bergerak secara serentak. ‘Massa’
ditandai oleh komposisi yang selalu berubah-ubah dan berada dalam batas wilayah
yang sering juga berubah, tidak bertindak untuk dirinya sendiri, dan
memungkinkan untuk bisa dikendalikan. Anggotanya heterogen, berasal dari
berbagai lapisan sosial, meskipun demikian dalam
menentukan suatu objek perhatian, mereka bersikap sama dan tindakannya mudah
dimanipulatif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Komunikasi Massa itu mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim
dengan banyak penerima, menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan
menimbulkan respon seketika dari banyak orang secara serentak, walau tidak
menjamin uniformitas pengaruh, bahkan cenderung terkesan ‘terkendalikan’.
B. Ciri-ciri Komunikasi
Massa
Komunikasi Massa memiliki ciri-ciri
yang dapat dikenali sbb: sumber komunikasinya bersifat institusional ( institional communicator ), tidak
perseorangan. Pesan yang disampaikannya beragam, yang tentunya
diproses, distandarisasi, dan disini pesan merupakan suatu produk dan memiliki
nilai tukar. Hubungan pengirim dan penerima bersifat linear, jarang dilakukan secara interaktif, bersifat impersonal,
bahkan memungkinkan bersifat non-moral dan kalkulatif, artinya sang pengirim
tidak bertanggungjawab atas konsekuensinya.
Unsur impersonalitas itu bersumber
dari jarak fisik dan sosial antara pengirim dan penerima. Jarak sosial yang ada
itu tidaklah simetris atau dapat dikatakan asimetris, walau pengirim tidak
memiliki kekuasaan formal terhadap penerima, namun memiliki banyak sumber daya,
prestice, keahlian, dan otoritas.
C. Beberapa Perspektif
Komunikasi Massa
Ketika orang berbicara tentang
perspektif, maka yang ada dalam benaknya adalah suatu pandangan yang khas yang
dibuat dalam bentuk model. Demikian juga dengan McQuail &
Windahl (1982 ) dalam karyanya yang berjudul ‘Communication Model’ mencoba menawarkan
suatu model yang populer sbb :
1. Model Transmisi
Pandangan
ini dikaitkan dengan istilah ‘pengiriman’
atau pemberian informasi kepada pihak lain. Pandangan ini menggunakan
pendekatan geografis dan transportasi sebagai metafora. Inti gagasan
komunikasinya adalah transmisi isyarat atau pesan dalam waktu tertentu dengan
tujuan tercapainya kontrol.
2. Model Ekspresif
Disini
komunikasi dikaitkan dengan beberapa istilah seperti istilah ‘kebersamaan, partisipasi, asosiasi, dan persahabatan’.
Pandangan ini tidak menekankan pada penyebaran informasi dari sudut ruang,
melainkan pada persoalan pembinaan masyarakat dalam kurun waktu tertentu ; juga
tidak menekankan pada upaya penyampaian informasi, tetapi pada pencerminan kesamaan pandangan.
Tekanannya terletak pada kepuasan instrinsik pengirim, bukan pada pencapaian
sasaran instrumental tertentu.
3. Model Perhatian
Hakekat
kegiatan komunikasi media massa adalah untuk menarik perhatian, bukan
pengiriman pesan, bukan untuk kesamaan pandangan, bukan untuk meningkatkan
kemampuan ekspresi, atau mengembangkan kegiatan bersama. Kewajiban dan tujuan
komunikasi adalah untuk menarik perhatian. Dengan demikian perlunya
keseimbangan antara kewajiban dengan tujuan utama media.
Dari
ketiga model ini, Elliot dalam McQuail (2005) memberikan kritik dengan
mengatakan bahwa komunikasi massa berkemungkinan besar untuk tidak menjadi komunikasi
sama sekali, dalam pengertian pemindahan pesannya.
D. The Mode of Media Communication
1. The mode of command (bentuk perintah)
Pola hubungan
: satu-arah (one way communication),
tidak setara dan tidak sukarela; sementara dalam Komunikasi Massa menjunjung
kesamaan dan sukarela. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bentuk ini merupakan
suatu ‘bentuk penyimpangan’. Disini
media benar-benar dikendalikan oleh sang penguasa, misalnya sang pemimpin
hendak berbicara dengan warga negara kapan saja sesuai kehendaknya atau
setidaknya seorang penguasa memperoleh prioritas dari pihak media, misal dalam
suatu peristiwa politik atau dalam propaganda politik.
Tujuan Komunikasi : melakukan kontrol dan perintah.
2. The mode of services (bentuk pelayanan)
Pola hubungan:
kepentingan bersama, yakni antara media dengan khalayak ; misalnya media
memberikan informasi dan hiburan, sementara khalayak memberikan perhatian.
Disini hubungan terjadi secara seimbang, impersonalitas, dan bersifat
non-moral.
Tujuan Komunikasi : melakukan kepentingan bersama, antara media dan khalayak.
3.The mode of associational (bentuk asosiasi)
Pola
hubungan : antara penerima dan pengirim memiliki persamaan dan timbal
balik. Interaksi dan respon merupakan ciri hubungannya. Kedekatan dan perhatian
penerima bersifat sukarela dan memuaskan dirinya. Bentuk ini juga bersifat
melayani penerima, bukan pengirim ; atau setidaknya seimbang.
Tujuan
Komunikasi : persamaan dan kepentingan timbal balik.
E. MEDIA DAN MASYARAKAT
Teori – teori Media dan Masyarakat
dicoba untuk dibangun dan disusun secara sistematis dengan maksud menjawab
permasalahan yang muncul mengenai mekanisme
kerja sistem komunikasi publik dalam masyarakat.
Mekanisme kerja Media Massa dalam
masyarakat pada dasarnya seringkali tidak konsisten, bahkan sering dijumpai
kegiatan yang satu bertentangan dengan kegiatan lainnya. Hal ini bisa terjadi,
bukan hanya karena adanya perbedaan penafsiran terhadap suatu fakta saja,
melainkan juga adanya ; konflik nilai dan koflik kepentingan. Kondisi demikianlah yang memunculkan beberapa Teori Media dan Masyarakat.
Denis McQuail
(1987) dalam bukunya yang berjudul “Mass
Communication Theory” mencoba untuk mengklasifikasikan Teori Media dan
Masyarakat menjadi sbb : pertama, Dominasi versus Pluralisme
; kedua,
Sentrifugal versus sentripetal.
Dominasi Versus Pluralisme
Dimensi ini membedakan antara mereka
yang berpandangan bahwa media sebagai alat yang dikuasai untuk melangsungkan
kepentingan kelas elit atau penguasa ; dengan mereka yang berpandangan media
sebagai respon terhadap kebutuhan lapisan bawah.
Ciri yang pertama tersebut ditandai
adanya : Sentralisasi yakni sumbernya
dapat dikontrol oleh segelintir orang, baik pemerintah ataupun dunia usaha.
Demikian pandangan dari sudut Dimensi Dominasi.
Ciri yang kedua ditandai adanya :
banyaknya sumber, keanekaragaman pesan dan berorientasi publik. Demikian
pandangan dari sudut Dimensi Pluralisme.
Sentrifugal Versus Sentripetal
Dalam dimensi ini yang ditonjolkan
adalah adanya kecenderungan - kecenderungan media ; disatu sisi menjunjung gagasan perubahan, kebebasan, keanekaragaman,
dan fragmentasi ; disisi lain mengunggulkan ketenangan, kontrol, persatuan, dan
keterpaduan (kohesivitas).
Kenyataan ini tak dapat dipungkiri,
jika ahli media mengatakan bahwa dalam
sejarahnya ; media membawa nilai – nilai yang baru dari kota ke desa, dari
lapisan atas ke lapisan bawah ; mendobrak kebiasaan dan sistem nilai yang mapan
; me-motivasi orang untuk berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik ; bisa
melemahkan kepatuhan orang pada nilai – nilai tradisional ; meningkatkan
kebutuhan konsumsi ; dan membantu orang untuk membebaskan diri dari cara
berpikir kelompok sosialnya sendiri menuju lingkungan sosial yang lebih luas.
Dilain pihak,
ada juga ahli media yang berpandangan bahwa media telah berperan dalam
menggantikan sistem nilai dengan seperangkat nilai baru, homogen, dan tidak
kompleks. Nilai – nilai tersebut menekankan konformitas dan keteraturan.
Disini pandangan sentrifugal dan sentripetal
tampak berbeda sekali, walau demikian dalam kenyataannya menurut J. Carey (1969) dalam karyanya yang
berjudul “The communication revolution
and the profesional communicator” mengatakan bahwa dalam hal tertentu
keduanya dapat berjalan seiring.
Denis McQuail
(1987) dalam bukunya yang berjudul “ Mass
communication Theory” mengatakan bahwa
mengawinkan keduanya dalam teori justru bisa membingungkan. Dengan
demikian kedua pandangan tersebut memiliki teori masing – masing.
Dalam pandangan Sentripetal terdapat dua
versi ; pertama, versi positif : yang menekankan media sebagai
pengintegrasi dan pemersatu ; kedua, versi negatif : yang menilai
efek kegiatan sebagai upaya homogenisasi dan
kontrol yang manipulatif.
Dalam pandangan Sentrifugal juga terdapat
dua versi ; pertama, versi positif : yang menekankan adanya modernisasi,
kemerdekaan, dan mobilitas ; kedua, versi negatif : yang
menekankan isolasi, alienasi, dan pengikisan nilai – nilai.
Beberapa Pendekatan Teori
Fungsional – Struktural : Media dan Masyarakat.
Robert K. Merton (1957) memberi gambaran tentang pendekatan Teori Fungsional – Struktural yang berkaitan tentang Media dan
Masyarakat ; mereka berupaya menjelaskan berbagai kegiatan
yang melembaga (institutionalized)
dalam kaitannya dengan kebutuhan
masyarakat.
Kebutuhan yang
dimaksud, bila dihubungkan dengan institusi media yakni : kesinambungan,
ketertiban, integrasi, motivasi, pengarahan, dan adaptasi. Masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem, yang terdiri atas beberapa
bagian yang saling berkaitan, termasuk sub-sistem. Setiap sub-sistem tersebut
memiliki peran yang berarti. Salah satu diantara sekian banyak sub-sistem
itu ialah MEDIA.
Kehidupan sosial yang teratur
memerlukan pemeliharaan terhadap semua bagian masyarakat dan lingkungan sosial
secara berkesinambungan. Sehingga citra media yang ditonjolkan selalu
dihubungkan dengan persoalan ; ketertiban, integrasi, motivasi, pengarahan, dan
adaptasi. Dengan memberikan respon secara berkesinambungan terhadap setiap
permintaan yang berbeda, media akan dapat mencapai suatu hasil yang bermanfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan. Teori
Fungsional – Struktural tidak menganggap perlu adanya pengarahan Ideologi bagi media, karena media pada hakekatnya mampu
mengarahkan dan mengoreksi dirinya sendiri, sesuai dengan peraturan yang telah
disepakati.
Terima kasih kepada:
Terima kasih kepada:
Pak Prijana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar