Minggu, 15 September 2013

KOMUNIKASI MASSA




A. Pengertian Komunikasi Massa

Denis McQuail (2005) dalam sebuah karya bukunya yang berjudul ‘Mass Communication Theory’ mengungkapkan bahwa Komunikasi Massa masih menyimpan pemahaman yang ambivalen ( dari dahulu sampai sekarang ), khususnya tentang pengertian ‘massa’ itu sendiri.
Orang-orang Sosiolog masih berpandangan bahwa ‘massa’ merupakan kumpulan orang-orang yang banyak jumlahnya dan tak teratur. Disini Bramson dalam McQuail ( 2005 ) memahaminya bahwa ‘massa’ seperti itu tidak memiliki budaya, tidak memiliki kecakapan, dan tidak memiliki rasionalitas. Sebagian lagi berpandangan bahwa pengertian ‘massa’ selalu dikaitkan dengan kata-kata ‘dukungan massa, gerakan massa, dan aksi massa’. Jika demikian kata ‘massa’ merupakan kumpulan orang banyak yang melakukan suatu tindakan, misalnya yang menentang bentuk-bentuk penindasan, ataupun yang bisa melawan kekuasaan.
Dalam perspektif Komunikasi kata ‘massa’ berkaitan erat dengan kata media massa. Disini ‘massa’ dipahami sebagai kolektivitas tanpa bentuk yang komponen-komponennya sulit dibedakan satu dengan yang lainnya.
Herbert Blumer dalam McQuail (2005) mencoba memahami ‘massa’ sbb: ‘massa’ seringkali jumlahnya sangat besar, lebih besar dari kelompok, lebih besar dari kerumunan, dan lebih besar dari publik. ‘Massa’ memiliki anggota yang tersebar luas dan tidak saling mengenal. ‘Massa’ kurang memiliki kesadaran diri, kurang memperhatikan identitas diri dan tidak mampu bergerak secara serentak. ‘Massa’ ditandai oleh komposisi yang selalu berubah-ubah dan berada dalam batas wilayah yang sering juga berubah, tidak bertindak untuk dirinya sendiri, dan memungkinkan untuk bisa dikendalikan. Anggotanya heterogen, berasal dari berbagai lapisan sosial, meskipun demikian dalam menentukan suatu objek perhatian, mereka bersikap sama dan tindakannya mudah dimanipulatif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Komunikasi Massa itu mencakup kontak secara serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima, menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang secara serentak, walau tidak menjamin uniformitas pengaruh, bahkan cenderung terkesan ‘terkendalikan’.

B. Ciri-ciri Komunikasi Massa   
Komunikasi Massa memiliki ciri-ciri yang dapat dikenali sbb: sumber komunikasinya bersifat institusional ( institional communicator ), tidak perseorangan. Pesan yang disampaikannya beragam, yang tentunya diproses, distandarisasi, dan disini pesan merupakan suatu produk dan memiliki nilai tukar. Hubungan pengirim dan penerima bersifat linear, jarang dilakukan secara interaktif, bersifat impersonal, bahkan memungkinkan bersifat non-moral dan kalkulatif, artinya sang pengirim tidak bertanggungjawab atas konsekuensinya.
Unsur impersonalitas itu bersumber dari jarak fisik dan sosial antara pengirim dan penerima. Jarak sosial yang ada itu tidaklah simetris atau dapat dikatakan asimetris, walau pengirim tidak memiliki kekuasaan formal terhadap penerima, namun memiliki banyak sumber daya, prestice, keahlian, dan otoritas.
      
C. Beberapa Perspektif Komunikasi Massa
Ketika orang berbicara tentang perspektif, maka yang ada dalam benaknya adalah suatu pandangan yang khas yang dibuat dalam bentuk model. Demikian juga dengan McQuail & Windahl  (1982 ) dalam karyanya yang berjudul ‘Communication Model’ mencoba menawarkan suatu model yang populer sbb :  
1.     Model Transmisi
Pandangan ini dikaitkan dengan istilah ‘pengiriman’ atau pemberian informasi kepada pihak lain. Pandangan ini menggunakan pendekatan geografis dan transportasi sebagai metafora. Inti gagasan komunikasinya adalah transmisi isyarat atau pesan dalam waktu tertentu dengan tujuan tercapainya kontrol.

2.     Model Ekspresif
Disini komunikasi dikaitkan dengan beberapa istilah seperti istilah ‘kebersamaan, partisipasi, asosiasi, dan persahabatan’. Pandangan ini tidak menekankan pada penyebaran informasi dari sudut ruang, melainkan pada persoalan pembinaan masyarakat dalam kurun waktu tertentu ; juga tidak menekankan pada upaya penyampaian informasi, tetapi pada pencerminan kesamaan pandangan. Tekanannya terletak pada kepuasan instrinsik pengirim, bukan pada pencapaian sasaran instrumental tertentu.  

3.     Model Perhatian
Hakekat kegiatan komunikasi media massa adalah untuk menarik perhatian, bukan pengiriman pesan, bukan untuk kesamaan pandangan, bukan untuk meningkatkan kemampuan ekspresi, atau mengembangkan kegiatan bersama. Kewajiban dan tujuan komunikasi adalah untuk menarik perhatian. Dengan demikian perlunya keseimbangan antara kewajiban dengan tujuan utama media.

Dari ketiga model ini, Elliot dalam McQuail (2005) memberikan kritik dengan mengatakan bahwa komunikasi massa berkemungkinan besar untuk tidak menjadi komunikasi sama sekali, dalam pengertian pemindahan pesannya. 


D. The Mode of Media Communication
1. The mode of command (bentuk perintah)
Pola hubungan : satu-arah (one way communication), tidak setara dan tidak sukarela; sementara dalam Komunikasi Massa menjunjung kesamaan dan sukarela. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bentuk ini merupakan suatu ‘bentuk penyimpangan’. Disini media benar-benar dikendalikan oleh sang penguasa, misalnya sang pemimpin hendak berbicara dengan warga negara kapan saja sesuai kehendaknya atau setidaknya seorang penguasa memperoleh prioritas dari pihak media, misal dalam suatu peristiwa politik atau dalam propaganda politik.
Tujuan Komunikasi : melakukan kontrol dan perintah.
2.  The mode of services (bentuk pelayanan)
Pola hubungan: kepentingan bersama, yakni antara media dengan khalayak ; misalnya media memberikan informasi dan hiburan, sementara khalayak memberikan perhatian. Disini hubungan terjadi secara seimbang, impersonalitas, dan bersifat non-moral.
Tujuan Komunikasi : melakukan kepentingan bersama, antara media dan khalayak.
3.The mode of associational (bentuk asosiasi) 
 Pola hubungan : antara penerima dan pengirim memiliki persamaan dan timbal balik. Interaksi dan respon merupakan ciri hubungannya. Kedekatan dan perhatian penerima bersifat sukarela dan memuaskan dirinya. Bentuk ini juga bersifat melayani penerima, bukan pengirim ; atau setidaknya seimbang.      
 Tujuan Komunikasi : persamaan dan kepentingan timbal balik.

 E. MEDIA DAN MASYARAKAT
Teori – teori Media dan Masyarakat dicoba untuk dibangun dan disusun secara sistematis dengan maksud menjawab permasalahan yang muncul mengenai mekanisme kerja sistem komunikasi publik dalam masyarakat.
Mekanisme kerja Media Massa dalam masyarakat pada dasarnya seringkali tidak konsisten, bahkan sering dijumpai kegiatan yang satu bertentangan dengan kegiatan lainnya. Hal ini bisa terjadi, bukan hanya karena adanya perbedaan penafsiran terhadap suatu fakta saja, melainkan juga adanya ; konflik nilai dan koflik kepentingan. Kondisi  demikianlah yang memunculkan beberapa Teori Media dan Masyarakat.

Denis McQuail (1987) dalam bukunya yang berjudul “Mass Communication Theory” mencoba untuk mengklasifikasikan Teori Media dan Masyarakat menjadi sbb : pertama, Dominasi versus Pluralisme ; kedua, Sentrifugal versus sentripetal.


Dominasi Versus Pluralisme  
Dimensi ini membedakan antara mereka yang berpandangan bahwa media sebagai alat yang dikuasai untuk melangsungkan kepentingan kelas elit atau penguasa ; dengan mereka yang berpandangan media sebagai respon terhadap kebutuhan lapisan bawah.
Ciri yang pertama tersebut ditandai adanya : Sentralisasi yakni sumbernya dapat dikontrol oleh segelintir orang, baik pemerintah ataupun dunia usaha. Demikian pandangan dari sudut Dimensi Dominasi.
Ciri yang kedua ditandai adanya : banyaknya sumber, keanekaragaman pesan dan berorientasi publik. Demikian pandangan dari sudut Dimensi Pluralisme.

Sentrifugal Versus Sentripetal
Dalam dimensi ini yang ditonjolkan adalah adanya kecenderungan - kecenderungan media ; disatu sisi menjunjung gagasan perubahan, kebebasan, keanekaragaman, dan fragmentasi ; disisi lain mengunggulkan ketenangan, kontrol, persatuan, dan keterpaduan (kohesivitas).
Kenyataan ini tak dapat dipungkiri, jika ahli media mengatakan bahwa dalam sejarahnya ; media membawa nilai – nilai yang baru dari kota ke desa, dari lapisan atas ke lapisan bawah ; mendobrak kebiasaan dan sistem nilai yang mapan ; me-motivasi orang untuk berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik ; bisa melemahkan kepatuhan orang pada nilai – nilai tradisional ; meningkatkan kebutuhan konsumsi ; dan membantu orang untuk membebaskan diri dari cara berpikir kelompok sosialnya sendiri menuju lingkungan sosial yang lebih luas.
Dilain pihak, ada juga ahli media yang berpandangan bahwa media telah berperan dalam menggantikan sistem nilai dengan seperangkat nilai baru, homogen, dan tidak kompleks. Nilai – nilai tersebut menekankan konformitas dan keteraturan.
Disini pandangan sentrifugal dan sentripetal tampak berbeda sekali, walau demikian dalam kenyataannya menurut J. Carey (1969) dalam karyanya yang berjudul “The communication revolution and the profesional communicator” mengatakan bahwa dalam hal tertentu keduanya dapat berjalan seiring.
Denis McQuail (1987) dalam bukunya yang berjudul “ Mass communication Theory” mengatakan bahwa  mengawinkan keduanya dalam teori justru bisa membingungkan. Dengan demikian kedua pandangan tersebut memiliki teori masing – masing.
Dalam pandangan Sentripetal terdapat dua versi ; pertama, versi positif : yang menekankan media sebagai pengintegrasi dan pemersatu ; kedua, versi negatif : yang menilai efek kegiatan sebagai upaya homogenisasi dan kontrol yang manipulatif.
Dalam pandangan Sentrifugal juga terdapat dua versi ; pertama, versi positif : yang menekankan adanya modernisasi, kemerdekaan, dan mobilitas ; kedua, versi negatif : yang menekankan isolasi, alienasi, dan pengikisan nilai – nilai.

Beberapa Pendekatan Teori Fungsional – Struktural : Media dan Masyarakat.
Robert K. Merton (1957) memberi gambaran tentang pendekatan Teori Fungsional – Struktural yang berkaitan tentang Media dan Masyarakat ;  mereka berupaya menjelaskan berbagai kegiatan yang melembaga (institutionalized) dalam kaitannya dengan kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan yang dimaksud, bila dihubungkan dengan institusi media yakni : kesinambungan, ketertiban, integrasi, motivasi, pengarahan, dan adaptasi. Masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem, yang terdiri atas beberapa bagian yang saling berkaitan, termasuk sub-sistem. Setiap sub-sistem tersebut memiliki peran yang berarti. Salah satu diantara sekian banyak sub-sistem itu ialah MEDIA.
Kehidupan sosial yang teratur memerlukan pemeliharaan terhadap semua bagian masyarakat dan lingkungan sosial secara berkesinambungan. Sehingga citra media yang ditonjolkan selalu dihubungkan dengan persoalan ; ketertiban, integrasi, motivasi, pengarahan, dan adaptasi. Dengan memberikan respon secara berkesinambungan terhadap setiap permintaan yang berbeda, media akan dapat mencapai suatu hasil yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Teori Fungsional – Struktural tidak menganggap perlu adanya pengarahan Ideologi bagi media, karena media pada hakekatnya mampu mengarahkan dan mengoreksi dirinya sendiri, sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.

Terima kasih kepada:

Pak Prijana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar