Jika komunikasi dipandang sebagai sebuah
proses, maka proses yang dimaksud adalah proses komunikasi primer dan proses
komunikasi sekunder.
Proses Komunikasi Primer
Disini yang dimaksud komunikasi primer
adalah proses penyampaian idea (dalam bentuk simbol-simbol yang
mewujud pesan (message) verbal dan
non-verbal) dalam waktu-ruang yang sama itu juga berlangsung penyampaian
perasaan ( feeling ) kepada orang
lain.
Bahwa bahasa atau verbal statemen
itulah yang dominan dipergunakan dalam komunikasi oleh banyak orang. Hanya yang
menggunakan verbal statemen sajalah
yang memiliki ruang yang lebih besar, lebih luas untuk melakukan aktifitas
komunikasi. Jadi disini simbol-simbol itu sendiri dapat dikatakan sebagai medium primer, yang mampu menembus hal
yang konkrit dan yang abstrak, dan mampu mengenali suatu peristiwa.
Komunikasi itu juga dapat berlangsung
dengan menggunakan simbol-simbol non-verbal,
tetapi memiliki keterbatasan-keterbatasan, walau terkadang bisa menjadi lebih
efektif, seperti komunikasi yang menggunakan gesture; bahasa tubuh,
bahasa tangan, bahasa mata dan face. Juga bisa menggunakan gambar, walau juga masih
banyak keterbatasan. Komunikasi dengan gambar bisa menjadi efektif, jika
bersanding dengan verbal statemen. Komunikasi gambar mampu mendekatkan yang tak ada menjadi yang tampak ada.
Tanpa gambar orang akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mamahami sesuatu,
tetapi dengan gambar bisa membuat lebih cepat memahami sesuatu. Selanjutnya
komunikasi juga bisa dilakukan dengan menggunakan bahasa isyarat, seperti
menggunakan sirene atau kentongan. Komunikasi
isyarat kentongan ini memiliki daya jangkau yang lebih luas. Biasanya
komunikasi isyarat kentongan digunakan karena keterbatasan teknologi. Bisa juga
menggunakan komunikasi isyarat sirene,
karena memanfaatkan teknologi tepat guna. Komunikasi juga dapat menggunakan isyarat
warna. Orang tanpa kata bisa cepat mengerti misalnya, warna atribut
tatkala ada pawai politik. Barangkali orang Indonesia akan cepat tahu
bahwa warna merah itu adalah parpol
PDIP, warna biru itu parpol Demokrat, warna kuning itu parpol Golkar, dsb.
Kalau kita turut membenarkan bahwa
komunikasi verbal itulah yang banyak digunakan dalam aktivitas komunikasi
manusia modern, berarti kita harus siap dengan segala konsekuensinya. Beberapa
pandangan mengatakan bahwa ketika manusia berkomunikasi dengan manusia lain,
sesungguhnya berkeinginan ( das wollen
) mencapai citanya, yakni makna yang sama dan sama dalam sikap.
Sementara dalam kata ( verbal statemen
) masih terdapat ruang spikulatif, yakni ruang denotatif atau konotatif. Jika yang
dimasud adalah ruang denotatif, maka pemahamannya itu seperti yang sudah ada
dalam kamus ( dictionary ). Jika
konotatif, maka akan mengandung emotional
meaning. Disini makna lebih mendekat pada diri seseorang, tidak lagi dalam
kata. Tidak jarang orang sering terjebak
dalam berkomunikasi, bahkan tidak sedikit orang memiliki kesulitan semantik dalam berkomunikasi. Maksud saya itu, tapi
mengapa tak sampai ?
Untuk memahami itu, kita perlu masuk
pada tahapan proses yang sangat penting dalam komunikasi, yakni encode
dan decode.
Meng-encode adalah tugas penyampai pesan ( komunikator ). Tugas inilah
yang sering dirasakan sebagai tugas yang penuh beban, mengapa ?. Tidak semua
orang akan mampu melaksanakan tugas meng-encode pesan-pesan dengan baik dan
tepat. Komunikator dituntut mampu memformulasikan idea pikiran dan perasaan-nya
kedalam bentuk simbol-simbol dengan muatan makna yang ada ( being ) yang secara spikulatif dapat
dimengerti oleh penerima pesan ( komunikan ).
Men-decode adalah tugas
penerima pesan ( komunikan ). Tugas ini juga yang sering menjadi kendala dalam
komunikasi, Mengapa ?. Tidak semua orang mampu melaksannakan tugas
men-decode pesan-pesan dengan baik dan tepat. Komunikan dituntut mampu menangkap idea pikiran dan perasaan seperti
yang dimaksud komunikator. Disini tampak bahwa idea pikiran dan perasaan
memasuki ruang kedua, yakni ruang komunikan. Bisa anda bayangkan; bagaimana
idea pikiran dan perasaan memasuki ruang kedua. Pertanyaan : Sejauhmanakah idea pikiran dan perasaan ruang pertama sampai
dengan tepat di ruang kedua ? Sementara ruang pertama dan ruang kedua,
memiliki emotional meaning yang
berbeda. Disini akan terjadi pergumulan idea pikiran dan perasaan di ruang
kedua. Bisa mungkin terjadi meaning
diruang kedua akan menyempurnakan meaning
yang ada ( being ) diruang
pertama, melalui respon. Jika meaning
mencapai kesepakatan, maka terjadilah komunikasi yang dicitakan bersama.
Wilbur Scharamm ( 1971 ) dalam
karyanya : “communication research in the
united states” mengatakan bahwa
komunikasi akan sukses, apabila pesan yang disampaikan komunikator cocok
dengan frame of reference dan field of experience komunikan ( Effendy,
1986 ).
Perlu diingat bahwa asumsi komunikasi
berlangsung dialogis, artinya akan terjadi pertukaran peran atau posisi;
misal A sebagai komunikator, B sebagai komunikan; dalam ruang yang sama, waktu
yang berbeda A sebagai komunikan, B sebagai komunikator, begitu seterusnya
komunikasi berlangsung.
Jika komunikasi berlangsung seperti
demikian, maka hampir dapat dipastikan adanya ruang-ruang pertukaran yang
dinamakan feedback. Disini feedback memainkan peranan yang penting
dalam komunikasi, sebab feedback menentukan
berlanjut tidaknya komunikasi.
Kita mengenal External feedback dan Internal
feedback. Jika umpan balik (feedback)
terjadi diluar diri komunikator, maka umpan balik tersebut dinamakan external feedback. Jika umpan balik
terjadi didalam diri komunikator, maka umpan balik tersebut dinamakan internal feedback.
Dalam komunikasi antar persona ( face-to-face communication ) respon komunikan akan segera diketahui atau feedback bersifat langsung, karena itu
dinamakan umpan balik seketika ( immediate
feedback ).
Proses Komunikasi Sekunder
Yang dimaksud dengan Proses
komunikasi sekunder adalah komunikasi dengan menggunakan media, tidak secara face-to-face.
Media yang dimaksud disini, seperti; media nir-massa:
telepon, teleks, faksimile, surat, poster, spanduk, baleho, papan pengumuman,
buletin, dan juga media massa: surat
kabar, televisi, radio, film, dan juga new
media. Kehadiran media disini awalnya
untuk mengatasi kendala ruang, ketika
akan berkomunikasi dengan orang yang nan jauh disana. Kehadiran media ini,
membawa konsekuensi luas pada proses komunikasi. Sehingga proses
komunikasinya-pun dinamakan proses
komunikasi sekunder
.
Umpan balik ( feedback ) dalam proses komunikasi sekundernya-pun dinamakan umpan
balik tertunda ( delayed feedback ). Distorsi komunikasi juga akan lebih
tampak kentara, bahkan faktor distorsi ini merupakan faktor yang patut
diperkecil, karena akan mengganggu proses komunikasi.
Dalam perkembangan selanjutnya, komunikasi yang menggunakan
media ini, secara masing-masing menunjukkan karakteristik yang khas dan
memperoleh perhatian studi secara khusus.
Diantaranya yang menunjukkan perkembangan menonjol adalah perkembangan media
massa dan yang telah mengangkat kajian studi
komunikasi massa menjadi lebih
populer, yang semula kurang memperoleh perhatian.
Oleh : Pak Prijana
Oleh : Pak Prijana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar